Senin, 31 Oktober 2011

Melatih Keberanian Anak

            Ini pengalaman Lintang (3 tahun). Sejak lahir hingga usia satu setengah tahun, Lintang sangat penakut. Setiap kali bertemu orang baru, pasti langsung menangis. Dia juga tidak mau diajak dengan orang lain meski sering bertemu, termasuk kakek neneknya sendiri. Otomatis saya yang kerepotan selalu digondeli di manapun berada. Maklum, setiap harinya Lintang hanya bertemu dengan saya. Ayahnya sering pulang malam sehingga intensitas bertemu sangat kecil.
      Sesuai saran orang-orang, Lintang sering saya bawa ke tempat umum, bertemu dengan banyak orang-orang baru seperti ke pasar, ke stasiun, terminal. Sering pula saya ajak naik kendaraan umum. Namun sepertinya hal itu belum banyak membuahkan hasil.
Beri kepercayaan
        Setelah satu tahun, saat Lintang sudah bisa berjalan, mulai berbicara serta ingin tahunya tinggi, saya mencoba memberinya kepercayaan. Sulit awalnya bagi saya, karena seperti orang tua lainnya saya merasa lebih repot saat membiarkan Lintang makan sendiri. Namanya anak-anak pasti makannya masih berantakan, dan saat makan terasa lebih menyita waktu karena ada waktu dan tenaga ekstra untuk membersihkannya. Berbeda jika kita menyuapi anak, maka kita bisa mengatur waktu dan tentu tidak berantakan.
         Lain waktu saat Lintang berusia 2 tahun, dia minta membuat susu sendiri. Saya sempat melarang, namun saya pikir tidak ada salahnya dicoba. Alhasil dia suka naik kursi dan menuang susu ke dalam gelasnya. Tentu saja air panasnya tetap saya yang menuang baru kemudian Lintang mengaduknya. Begitu juga saat Lintang ingin pipis atau mandi sendiri.
 Satu hal yang berusaha saya jaga adalah meskipun Lintang boleh melakukan sesuatu sendiri, namun dia harus ikut aturan saya. Yang pertama dia harus tetap bilang saat akan melakukan sesuatu sehingga saya tahu yang sedang dilakukannya dan saya wajib mengawasinya.
Untuk hal-hal yang bisa membahayakan, misalnya menggunting kertas, atau potong sayur saya tekankan hanya boleh dilakukan di rumah dan saat tidak ada teman sebayanya. Mungkin banyak orang tua bahkan ayahnya sendiri khawatir anak sekecil itu memegang benda berbahaya. Namun saya justru berpikir akan lebih bahaya jika kita melarangnya dan suatu saat si anak penasaran lalu mengambil barang tersebut tanpa sepengetahuan orang dewasa. Agar kita tidak was-was berlebihan, pilih gunting atau pisau yang tidak tajam, simpan di tempat yang aman.
Dari hal-hal yang bisa dilakukannya sendiri, suatu ketika saya minta tolong mengantarkan makanan pada tetangga depan rumah. Saya hanya melihat dari depan rumah untuk melatih keberaniannya. Tentu awalnya dia takut dan sebentar-sebentar menoleh ke belakang, namun melihat saya menepati janji dengan menunggunya di depan rumah, dia akhirnya berhasil melakukan tugas itu.
Sejak itu, saya mulai berbesar hati karena lambat laun Lintang mulai membuka diri, tidak takut lagi dengan orang baru. Puncaknya saat Lintang minta sekolah, maka moment tersebut menjadi surprise bagi saya. Sejak hari pertama sekolah, Lintang sudah mau ditinggal dan segera berinteraksi dengan teman barunya. Saya tidak menyangka Lintang yang dulunya sangat penakut sekarang sudah berani dan mampu mandiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar